Darul Huda berdiri atas perjuangan
seorang da’I yang bernama Kyai Ali Yani Bin Nur Iman. Pertama kali berdiri
lembaga yang sekarang dikenal dengan Darul Huda dahulu tidak mempunyai nama.
Kyai Ali Yani memulai dakwah seorang diri. Daerah yang kini megah dengan
bangunan-bangunan gedung Madrasah,
Thoriqoh, maupun Asrama Pondok dahulu tak ubahnya suatu daerah yang mengerikan
dan sungguh merupakan cerminan penghuninya yang belum mendapatkan Nur Illahi.
Sehingga telah menjadi tradisi dalam hidup dan kehidupan mereka sehari-hari
meninggalkan norma-norma agama. Mereka tidak segan-segan melakukan perbuatan
dosa seperti perjudian, perampokan, minum-minuman keras, pelacuran dsb mereka
lakukan di tempat terbuka. Tentu saja hal tersebut membuat hati Kyai Ali Yani
“Trenyuh”, oleh karena itu dengan tekad bulat beliau terus maju pantang mundur
serta pantang putus harapan memperjuangkan amar ma’ruf nahi munkar di hadapan
mereka. Dengan berbekal keyakinan dan keuletan yang beliau miliki, akhirnya
lama kelamaan beliau mempunyai pengikut.
Setelah Kyai Ali Yani meninggal,
perjuangan beliau diteruskan oleh putranya yang bernama H. Ismail. Seperti
halnya ayahnya, H. Ismail juga menghadapi ujian dari orang-orang yang masih
sesat itu Mereka tidak bisa menerima petuah-petuah H. Ismail, bahkan meraka
ingin membunuh H. Ismail dan para pengikutnya dengan cara menggunakan kekuatan
hitam. Sejak dahulu sampai sekarang, yang benar pasti menang. H. Ismail
mendapatkan pertolongan dari Allah a telah membantu penjajah Belanda.
Tetapi, penjajah tetaplah penjajah.
Setelah Belanda mengetahui kemajuan para santri yang dididik oleh KH. Ismail
ada perasaan khawatir yang menjangkiti Belanda. Mereka berusaha dengan segala
cara untuk membubarkan pondok, mula-mula dengan cara halus namun tidak
berhasil. Akhirnya jalan kekerasanpun digunakan, KH. Ismail dimasukkan penjara
selama 6 bulan. Namun, dengan kebesaran Allah, datanglah seorang kerabat yang
kebetulan menjadi serdadu Belanda di Surabaya meminta kepada Ndoro Kanjeng
untuk membebaskan beliau. Permintaan tersebut dikabulkan, namun dengan
pengawasan yang ketat dari Belanda.
Sepulang KH. Ismail dari penjara,
rupanya para musuh beliau yang melarikan diri, kembali lagi dengan membawa
dendam yang membara. Akhirnya mereka menyusun strategi untuk menghabisi KH.
Ismail beserta santri dan keluarganya. Pada malam yang sepi, mereka membakar
rumah KH. Ismail. Namun semua selamat. Akhirnya KH. Ismail meninggal dan
digantikan oleh putra sulungnya yang bernama KH. Said
KH. Said dengan ilmu yang dimilikinya mengasuh
pondok Gambar. Semakin hari santri beliau semakin banyak. Tahun 1949 terjadilah
Agresi Belanda ke II. Pondok Gambar tak luput dari incaran Belanda. Pondok
Gambar dijadikan markas oleh Belanda. Namun berkat perjuangan beliau dan para
santri akhirnya dapat direbut kembali. Tahun 1961 KH. Said wafat. Setelah KH.
Said wafat, kepemimpinan beliau digantikan oleh dua putra beliau yakni KH.
Hasan Badri dan KH. Bustomi Said
Pada masa kepimpinan beliau berdua
inilah mulai diadakan perubahan-perubahan, disini mulai berdiri MI dan MTs.
Pada tahun 1966 dengan resmi Madrasah yang dahulu bernama Hidayatut Tholibin
berganti nama dengan DARUL HUDA seperti yang kita kenal sekarang. Dari tahun ke
tahun, diadakan penyempurnaan-penyempurnaan tanpa meninggalkan cirri khas Darul
Huda dengan bekerjasama dengan DEPAG dan LP Ma’arif, mulai dari sarana dan
prasarana maupun kurikulum. Pada masa ini santri-santri Darul Huda banyak yang
berasal dari luar Blitar seperti Semarang, Demak, Kudus, Cirebon, Gresik
Banyuwangi bahkan dari luar pulau Jawa seperti Lampung dan Makassar.
Darul Huda pada masa ini terdapat tujuh
tingkat pendidikan:
1. Pondok Pesantren
Darul Huda
2. Taman Kanak-Kanak
Al-Hidayah
3. Madrasah Ibtidaiyah
4. Madrasah Tsanawiyah
5. Madrasah Aliyah
6. Pendidikan Guru
Agama (PGA) 4 tahun
7. Pendidikan Guru
Agama (PGA) 6 tahun
Akhirnya KH. Hasan Badri wafat sedangkan
KH. Bustomi Said harus pindah ke Dadaplagu Ponggok karena mendapatkan amanat
untuk mendirikan Pondok Pesantren disana. Darul Huda kemudian dipimpin oleh
Kyai Muhsin As-Said. Pada masa inilah mulai terjadi kemunduran di Pondok
Pesantren dari sisi jumlah. Pada sisi lain, mulai dibentuk Yayasan secara
formal dengan Akta Notaris Budi Dharma Kusuma SH No 17/12/1992 dan mulainya
berdiri Kopontren (Koperasi Pondok Pesantren) yang merupakan cikal bakal
Kopontren Al-Barkah dan Masda Computer Center yang kita kenal sekarang. Tahun
1998 beliau meninggal dalam keadaan masih bujang. Pada tahun yang sama
kepemimpinan Darul Huda diamanatkan kepada keponakan Beliau yang bernama Asyharul
Muttaqin S.Pd.
Bukan perjuangan namanya kalau tanpa
halangan dan rintangan. Pada awal kepemimpinan beliau, Darul Huda dengan
santrinya yang Mbeling-mbeling berusaha beliau rubah menjadi santri yang Mbeneh
alias tahu tata karma dan berbudi pekerti yang luhur. Tak jarang beliau
menangis tatkala berdo’a memohon kepada Allah agar santri-santrinya diberikan
keluhuran budi dan kemulyaan akhlak. Berkat do’a yang begitu tulus dan usaha
yang tak kenal lelah, akhirnya hasilnya dapat kita lihat sekarang ini. Santri
Darul Huda sekarang terkenal sebagai santri yang aktif, kreatif dan inovatif.
Selain itu,
beliau juga mulai memasukkan tehnologi
ke Darul Huda. Misalnya
masuknya computer ke Darul Huda. Disamping itu, mulai diadakannya PPL MI/SD di
wilayah se Kawedanan Srengat bagi kelas III Aliyah dan TPQ bagi kelas II
Aliyah, di bangunnya sarana olah raga yang lengkap sebagai lapangan multi
fungsi (bola basket, bola volley, sepak takraw dll), auditorium, laboratorium
computer dan bahasa, preview (tampilan Darul Huda) yang semakin menarik yang
menjadikan Darul Huda menjadi salah satu perguruan yang enjoyable bagi para
peserta didiknya, serta penambahan berbagai kegiatan ekstra kurikuler seperti
olah raga, drum band, P-Club, muhadloroh, seni tarik suara, sholawat, band,
pramuka dan masih banyak kegiatan ekstra lainnya yang beliau masukkan ke Darul
Huda. Bahkan tahun 2005 kemarin Darul Huda telah mendirikan Radio Pendidikan
yang bernama Paramadina FM. Pula tahun 2006 Darul Huda mendapatan bantuan mesin
jahit dari Menpora sebagai penghargaan atas keberhasilan Darul Huda mendapatkan
juara I lomba sepak takraw se Indonesia di Palembang tahun 2004. Akhirnya
latihan menjahit dijadikan salah satu kegiatan ekstra yang sangat diminati oleh
santri-santri Darul Huda
Semoga di masa mendatang, Darul Huda
semakin hari semakin JAYA LUAR BIASA!!! Amin